Archive for Januari 2013

Violet






Sabtu 15 September 2010 | 07:00 PM

Titik air masih membasahi jendela sebuah kamar kos di sebuah gang sempit di daerah Ciumbeuleuit, terlihat di dalamnya seorang muda-mudi yang sedang duduk berdua, si perempuan beberapa terlihat bolak-balik keluar masuk ruangan sederhana dengan cat pink itu, si laki-laki yang tadi terlihat mengeringkan badan dengan handuk kini sudah duduk rapi dengan selimut hangat yang membalut tubuhnya, secangkir kopi dan secangkir teh duduk bersanding menemani mereka berdua bersama beberapa keping biskuit gandum kering.

Diluar hujan kembali deras, beberapa orang percaya bahwa beberapa cinta turun saat hujan, entah itu karena dingin sehingga sangat menyenangkan bila ada seseorang untuk dipeluk atau karena suasana yang romantis.

Sekarang, kepala perempuan itu kini sudah berada di pundak si lelaki yang nampak seperti kekasihnya itu, kekasih? iya, apa yang mereka lakukan tidak seperti dua orang teman biasa yang sedang menunggu hujan reda atau bapak yang senang mendongengi anak perempuannya.

Dari jendela ini seperti potongan drama korea dimana kedua pemerannya akan saling memandang satu sama lain, kemudian saling memegang tangan dan memagutkan bibir atau intro dari sebuah film semi-porno latin dimana si perempuan akan masuk dalam selimut si lelaki lalu beberapa menit kemudian terdengar suara desahan yang lembut dari seorang wanita yang rambutnya acak-acakan.

"Handphone kamu ada BBM tuh"

"Biarin aja"

"Pasti dari dia kan"

"Udah sih yang penting kan sekarang aku sama kamu"

"Sampai kapan? adil gitu kayak gini buat aku?"

"Jadi kamu lebih butuh status daripada perhatian aku gitu maksudnya?"

Suasana hening, suara nafas mereka tertelan berisiknya guyuran hujan, mereka saling memandang satu sama lain sambil tetap membisu.

"Jadi buat kamu status lebih penting?" suara lelaki itu agak meninggi.

Kali ini keheningan berlangsung lebih lama, tak satupun kata yang keluar dari bibir mungil perempuan itu, matanya berkaca-kaca, itu sudah cukup menggambarkan perasaan yang berkecamuk dalam hatinya, wajahnya ditekuk sejadi-jadinya, bibirnya bergetar antara akan berkata atau memilih terus diam.

Dan air matanya tumpah, dipeluknya erat-erat lelaki itu seolah tak mau dilepasnya lagi, tak mau kehilangan, tak rela jika ada perempuan lain yang merasakan pelukan itu.

"Aku sayang kamu Indra" ucapnya sambil terisak

"Aku juga Shara, aku juga sayang kamu, kamu harus percaya"

"He em.."

"Akan tiba waktunya semua ini akan diperjelas, tapi please bersabarlah.. mungkin aku ga bisa membuat kamu jadi satu-satunya tapi percayalah, kamu yang nomor satu dihatiku"

"Iya?"

"I swear"

Indra dan Shara, bibir keduanya kini bertemu dalam sebuah pagutan mesra yang memanas seiring deruan nafas yang setengah tersengal, dada bertemu dada, telapak tangan si lelaki membelai mesra pinggul si perempuan sementara yang satu terus memegang kepala Indra setenga menjambak rambutnya.

*

Hujan mereda, tepat pukul 11 malam lewat 7 menit.

"Hati-hati Indra"

"Iya, senyum dong senyum"

"Ga mau kamu jahat" katanya sambil merengut

"Hahahaha, dah Shara.. aku tadi tulis puisi buat kamu di kertas hijau, baca yah"

"Dah Indraaa.."

Kamu yang sedari tadi duduk di beranda hati
Kenapa kamu tak masuk kedalam
Mungkin terlalu sempit untuk bertiga
Tapi dia sebentar lagi mungkin pergi

Dia datang dari sore yang sepi

Sambil membawa secangkir sunyi
Salahkah aku menoleh padamu
Yang kupikir hadir dari sela pelangi

Kamu yang sedari tadi duduk di beranda hati

Bila tak bersedia masuk
Ini tanganku, mari kita pergi ke padang luas
Kenapa saling mencinta dalam sempit yang dilahirkan jarak

Dilipat rapi kertas hijau itu sambil tersenyum lalu bersama gelap dia terlelap



Remember?



 
Pernahkah engkau sadari
Bahwa kau selalu menyadarkan aku
Bukan engkau


"Kamu barusan nyanyi lagu apa Wir?"

"Tuh kan ini anak maen muncul aja, dasar nakal "

"Hihihi jangan sewot dong" katanya sambil mengikat tali sepatunya "Ayo kita berangkat"

"Yuk!"

        Hujan yang mengguyur kota Malang sejak sore tadi masih menyisakan gerimis, langit senja ini masih sama dengan langit dimana pertama kali aku bertemu dengannya. Aku dan Zizi menyusuri dinding-dinding basah menuju sebuah Mall berjalan kaki saja, bagi kami ini pilihan terbaik dimana kami bisa menghabiskan waktu untuk berbincang tentang banyak sekali hal.

"Aaaah aku ga sabar buat ketawa-ketawa nanti"

"Jangan gila please, kita bukan lagi mau nonton di ruang tamu rumahmu"

"Biarin lah, dan itu nanti, itu nanti Johny Englishnya pasti mirip kamu" katanya sambil menirukan salah satu gerakan linglung Mr. Bean.

 "Nanti asik kali ya kalo kita bikin film bareng, film tentang kita gitu"

"Atau novel"

"Lagu juga boleh"

"Wiraaa kita berdua kan sama-sama ga bisa nyanyi, gimana kalo cerpen?"

"Mmm nice idea, tandem nih kita?"

        Dia hanya tersenyum lalu menarik lengan bajuku, kami berlari-lari kecil menuju pintu masuk, aroma Espresso la Crème khas Baker's King menyambut kehadiran kami. Lantai 4 selalu ramai seperti biasanya, beranda 21 Matos juga sudah lumayan sesak, kebanyakan berpasang-pasangan secara wajar, laki-laki dan perempuan.

Bilakah engkau mengerti
Semua yg ada di hatiku ini
Ku hanya ingin dekatmu
Namun kau selalu menyadarkan aku
Bukan engkau



*


"Aku akan balik ke Malang lagi kok, 6 bulan itu gak lama Zizi"

"Menurut aku itu lama!"

""Oke, nanti aku akan ambil libur untuk mengunjungimu di Malang, atau kamu bisa kesini waktu libur UAS, kita jalan-jalan disini"

"Nggak Wir.."

"Nggak gimana?"

"Lebih baik kalo kita temenan aja"

        Aku ingin langsung menjawab pernyataan itu, menolaknya mentah-mentah dengan semua egoku, kami benar-benar nyaman menjalani semua dan kepergianku ke Bandung pun hanya sementara, itu pikirku. Aku tak pernah berpikir ada orang lain dihatinya, seperti halnya aku menjadikannya satu-satunya dihatiku

      Diujung telefon sebelah sana keheningan menelan perempuan cantik itu dalam sepi, tak satu katapun terucap, hanya terdengar beberapa hela nafas yang agak tersengal.

"Kamu tahu saat keputusan ini diambil kita tak mungkin lagi mengulang semua?"

"Iya, aku tahu "

Kau yg selalu bilang, selalu bilang
Tuk tetap aku di sini
Takkan berarti


      Pembicaraan terakhir kami, hanya lewat udara, dan ditutup tanpa senyum dan sapa.


*


"8 lah dari skala 10"

"Iya, tapi kasian si Johny Englishnya"

"Ya, kita gak selalu bisa menjadi orang yang kita inginkan Zizi"

"Iya gitu?"

"Iya, seperti kata kamu, kita gak selalu mendapatkan apa yang kita inginkan..."

"Begitupun dengan pasangan" potongnya "Tapi aku sekarang sedang bersama orang yang aku ingin dan butuhkan"

"Really! dan kamu bahagia?"

"Iya"

Kepalanya bersandar dibahuku, hujan kembali turun, kini membasahi lampu Kota di sepanjang jalan Veteran, dan dijalan itu, pertama kami bertemu.

(set full volume to Dimana Aku Disini - Naif)

Bahwa yg kau bilang, yg kau bilang
Kita saling memiliki
Dimana aku di sini
Dimana aku di sini
Dimana aku di sini


-----------------------------------------------------------------------------------
Inspired by  Dimana Aku Disini - Naif
Mengenang momen 16 Oktober 2011 dan 3 bulan dibelakangnya

Jendela Dunia




Yang Wisnu ingat saat itu dia kelas 2 SD dan salah satu kakak sepupunya membawakan sebuah buku bergambar, itu oleh-oleh untuknya dari salah satu tamunya yang asli Jepang, kakak sepupunya yang itu baru setahun lalu resign dari pekerjaannya sebagai tour guide di salah satu perusahaan biro pariwisata di Bali. Yang paling dia ingat selain halaman-halamannya yang di dominasi warna biru langit (warna favoritnya), di salah satu bab nya, di bagian mencocokkan gambar ada petunjuk seperti ini

"Dengan sepasang benda ini manusia bisa melihat indahnya dunia"

Dilihatnya baik-baik gambar pemandangan di halaman itu, agak sukar memilih benda mana yang kira-kira paling cocok dengan petunjuk itu, sepatu? ah, meski sepasang mana bisa sepatu dipakai melihat, kaos kaki? tak mungkin juga, sapi? manusia normal mana yang melihat dengan sepasang sapi. Setengah menyerah dibawanya buku bergambar itu ke meja ibunya, dan oleh ibunya ditunjukkan sebuah gambar, gambar sepasang mata yang agak tersembunyi, "dengan sepasang jendela dunia ini kita bisa melihat indahnya kehidupan" katanya pelan, Wisnu terdiam.. meresapi kata-kata itu.. jendela dunia..


*** 

13 tahun kemudian, di sebuah Mall di Kota Bandung

"Terus udah ketemu lagi sekarang?"

"Belum, mungkin buat lu ini seperti dongeng tapi firasat gue bilang kalo gue bakal ketemu dia di jendela ketiga"

"Mungkin lu kudu masang CCTV di setiap tempat yang memungkinkan dia muncul hahaha"

"Ayolah, gue serius nih"

"Lho, pertama lu ngelihat dia di jendela coffee shop lalu kedua lewat jendela butik, siapa tahu yang ketiga dia akan muncul di jendela salon atau bahkan minimarket, iya kan"

"Bener juga sih, amin deh, by the way liat cewek arah jam 2, blus merah jambu"

 "Oh yang itu, kenapa?"

"Gadis yang gue lihat hampir sama dengan dia, namun masih lebih"

"Lebih? lebih cantik maksudmu?"

Diceritakannya pada Wira mulai awal hingga akhir perempuan yang ia lihat lewat jendela di sebuah coffee shop minggu lalu saat Wisnu bertemu salah satu teman dari Jakarta, dan dideskripsikan selengkap-lengkapnya saat dia melihatnya untuk kedua kalinya di jendela sebuah butik yang menjadi langganan mantan pacarnya dulu, bagaimana perempuan sempat membalas lirikannya sedikit, dan saat mata mereka bertemu walau hanya hitungan detik, bagaimana dia tersenyum manis, tubuhnya yang semampai, rambutnya yang agak kemerahan, dan dress biru langit yang membalut tubuhnya, dan terutama betapa ingin dan yakinnya Wisnu bahwa mereka akan bertemu kembali.

"Oke, gue bantu do'a deh, good luck!"

"Thanks!"


***


Hujan mengguyur Bandung sejak pagi tadi, sore jadi tampak lebih gelap, jam menunjukkan pukul 15:15, kata orang saat kita melihat jam dan menunjukkan angka kembar itu tanda kita sedang rindu pada seseorang, dan sore itu Wisnu rindu kepada sosok yang bahkan belum dia kenal sama sekali dan belum sekalipun bicara padanya dan kangennya mungkin sudah pada tingkat "kangen banget" terakhir dia melihat jam tadi juga pukul 13:13. Harap maklum, kelebaian sering menjangkit kepada orang-orang yang sedang kangen.

Hari itu Wisnu memenuhi janji dengan seorang klien baru, semalam dia menerima email dari sebuah toko online yang mengaku bergerak di bidang fashion, toko itu memintanya untuk menjadi konsultan sosial media mereka, dari namanya yang girlish tampaknya toko itu menjual sesuatu untuk wanita, dan mungkin yang akan ditemuinya juga ibu-ibu cerewet yang akan mengintervensi pekerjaannya, lalu kemudian menawar fee nya serendah mungkin, sigh!, Setelah memesan secangkir Hot Chocolate Wismu menyalakan laptopnya, dia sengaja memilih duduk tak jauh dari jendela, siapa tahu perempuan itu muncul lagi dan langsung bisa dikejarnya untuk berkenalan. Dikirimnya pesan singkat kepada calon klien itu, "Saya duduk di meja 7 Bu, pakai kemeja kotak-kotak warna merah tua", SEND.

Suasana tetap dingin, sudah 15 menit dia menunggu, dilihatnya cangkir coklat yang sudah kosong. Diedarkannya pandangan ke seluruh penjuru ruangan yang berinterior klasik itu, ada beberapa pasangan di meja sebelah luar, nampak sangat romantis, menghirup kopi bersama dikala hujan gerimis. Kembali dimainkan laptopnya, sambil terus menunggu, hatinya mulai dongkol, SMS nya belum juga dibalas oleh calon klien itu, dan sudah setengah jam dia menunggu.
 
"Mas Wisnu ya?"

Sebuah suara dari arah belakang, setengah tidak percaya dengan apa yang dilihatnya saat itu, perempuan dibalik jendela, yang diceritakannya pada Wira kemarin malam sedang mengulurkan tangan padanya.

"Saya Alya dari Almira Shop, aduh maaf telat, susah banget cari Taxi hujan-hujan gini"

"Oh iya iya, duduk silahkan duduk" ujarnya terbata-bata

Obrolan yang awalnya kaku sekaku-kakunya itu akhirnya mencair, keramahan dari gadis cantik bernama Alya itu berhasil mengikis kegugupannya, kegugupan yang muncul diantara rasa setengah tidak percaya, masih tidak percaya itu adalah gadis dibalik jendela itu. Rambut kemerahan, senyum manis, wajah cantik itu, masih persis seperti beberapa hari lalu, masih terasa sangat cantik, hanya saja kali ini lebih dekat.

Alya akhirnya pamit untuk pulang, mereka janji untuk bertemu lagi lusa, masih untuk urusan pekerjaan memang, tapi tidak lagi antara profesional dan kliennya, namun antara teman dengan teman, atau antara gadis idaman dan pria yang mengaguminya.

"Halo Wir, Wir lu dimana?"

"Dikosan, kenapa Wis? bahagia banget kayaknya"

"Cewek itu Wir, gue ketemu lagi sama dia"

"Oh, di jendela mana?"

"Iya, di jendela.. jendela dunia"

Ingatannya terlempar ke 13 tahun yang lalu, ke buku gambar dengan halaman biru langit itu, benar kata ibunya, lewat sepasang mata ini manusia akan melihat indahnya dunia.








Diberdayakan oleh Blogger.